I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara Kepulauan
terbesar di dunia dengan jumlah pulau lebih dari 17.500 di sepanjang ekuator di
karuniai lebih dari 360 juta hektar area laut. Terhampar diantara isothermal
20o Utara – Selatan, adalah lokasi sempurna bagi pertumbuhan terumbu karang,
rumput laut dan keanekaragaman hayati termasuk penyu laut (Limpus, 1996). Penyu
Hijau (Chelonia mydas) dan Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata)
merupakan dua jenis penyu yang paling banyak dijumpai dan terdistribusi secara
luas di perairan Indonesia. Total aktivitas bertelur per tahun untuk Penyu Hijau dan Penyu Sisik di seluruh
Indonesia berturut- turut diperkirakan lebih dari 35.000 dan 28.000 (Tomascik
et al, 1997).
Penyu Sisik hidup di laut Tropika dan Sub
tropis di sekitar perairan yang terdapat terumbu
karang yang kaya akan alga laut ( sea weed ) sedangkan perkawinan seringkali
terjadi di laut yang memliki substrat sedikit berlumpur. Penyu Sisik akan kembali
ke pantai asal ia menetas untuk bertelur. Setelah menetas, anak-anak penyu
sisik akan menghabiskan waktu di pantai sambil mencari makanan. Penyu Sisik
memakan sponge dan batu karang lembut. Penyu Sisik terkadang membentuk koloni
sendiri di pantai- pantai tempat bertelur dalam satu wilayah tertentu. Di luar
wilayah tropis tercatat adanya Penyu Sisik meskipun tidak melakukan aktivitas
bertelur. Wilayah yang dimaksud adalah bagian utara bumi,
Atlantik bagian barat dan timur, pasifik bagian barat dan timur (Marques, 1990)
Penyu
Sisik akan kembali ke pantai asal ia dilahirkan untuk bertelur pada setiap 3
hingga 4 tahun sekali setelah mencapai tingkatmatang untuk bertelur. Di
Kepulauan Seribu , musim peneluran mulai bulan Desember sampai Juli. Penyu Sisik betina akan bertelur 3-7 kali pada tahun
ia bertelur. Penyu Sisik biasanya mulai bertelur di waktu malam karena suhu
lebih dingin dan sedikit pemangsa, akan menghasilkan telur sekitar 90 – 185
butir telur sekali pendaratan. Telur-telurnya berbentuk bulat berukuran bola ping-pong mempunyai diameter 5 cm. Telur bewarna putih dan
mempunyai kulit yang lembut tetapi liat seperti kertas. Habitat penyu sangat
berpengaruh terhadap jumlah populasi. Jika keadaan lingkungan berubah akibat
adanya aktifitas atau gangguan lingkungan seperti pencemaran, maka populasi
penyu akan mengalami gangguan dan
tergantung dari besar kecilnya kualitas dan kuantitas gangguan.
Menurut
Salim dan M. Halim ( 1984 ), di Indonesia terdapat 138 daerah peneluran penyu
dan 85 diantaranya adalah pantai peneluran Penyu Sisik. Daerah peneluran Penyu
sisik di Kepulauan Seribu terdapat di Pulau Peteloran Barat, Pulau Peteloran
Timur, Pulau Penjaliran Barat, Pulau Penjaliran Timur, Gosong Rengat, Pulau
Jagung, Pulau Dua, Pulau Panjang, Pulau Semut Kecil, Pulau Sepa Kecil, Pulau
Belanda dan Gosong Sepa ( Nuitja dan Akhmad, 1982 ).
Namun
demikian dengan berkembangnya kawasan Kepulauan Seribu, banyak di antara pulau-
pulau tersebut merupakan pulau pribadi sehingga kondisi lingkungan sangat
terpuruk yang menyebabkan kondisi tidak normal dan perubahan lingkungan cepat terjadi.
Sampai saat ini pantai peneluran penyu sisik yang sangat potensial hanya di
Pulau Peteloran Timur.
Kesehatan ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan, nutrisi
dan patogen. Komunitas parasit dalam setiap ekosistem dipengaruhi oleh
ketersediaan inang, dilihat dari ketersediaan inangnya parasit dapat
hidup tanpa adanya inang dan hanya dapat hidup jika ada inang.
Adapun
organisme penyebab penyakit dan parasit yang biasa menyerang ikan umumnya
berasal dari golongan jamur, bakteri, virus dan hewan invertebrata. Sebenarnya
kerugian yang timbul karena adanya serangan penyakit dan parasit dapat
dihindari dengan pengeiolaan koiam secara baik. Apabila kebersihan kolam,
kualitas dan kuantitas air terpelihara dengan baik, kemungkinan terjadinya
serangan penyakit atau parasit pada ikan yang dibudidayakan dapat diperkecil.
Salah satu hewan yang perlu diperhatikan kesehatannya yaitu
penyu. Penyu merupakan salah satu hewan yang peru dibudidayakan karena hampir
punah. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan mengenai manajemen kesehatan
yang baik pada penyu tersebut
Siklus hidup penyu sebenarnya belum
banyak diketahui, sebagian masih merupakan dugaan. Jenis kelamin penyu pada
usia muda sangat sulit dibedakan antara jantan dengan betina. Penyu dewasa
lebih mudah dibedakan dari ekor yang lebih panjang dan lebih besar jika
dibandingkan dengan penyu betina (Nuitja, 1992).
Tempat mencari
makan ( feeding ground ) penyu sisik terletak tidak jauh dari pantai peneluran.
Penyu yang telah mencapai dewasa, bermigrasi untuk melakukan perkawinan di laut
yang dekat dengan pantai peneluran. Perkawinan biasanya dilakukan pada pagi
hari atau saat matahari akan muncul. Perkawinan mereka terjadi di lepas pantai
1-2 bulan sebelum peneluran pertama pada musim tersebut. Saat kawin, penyu
jantan berada di punggung penyu betina dengan jalan mencengkeram bahu betina
dengan kuku yang terdapat pada flipper depan Waktu yang dibutuhkan mulai
bercumbu hingga selesai kopulasi kurang lebih 4 – 6 jam. Kopulasi dilakukan
dengan pasangan yang berbeda-beda selama musim kawin. Penyu betina menyimpan
sperma yang diperoleh dari beberapa jantan di dalam tubuh mereka untuk membuahi
3 – 7 kumpulan telur (nantinya menjadi 3-7 sarang) yang akan ditelurkan pada
musim tersebut, dengan selang waktu 2 minggu. Hanya penyu betina yang akan naik
ke pantai untuk bertelur.
Biasanya waktu
yang dipilih adalah malam hari karena suhu lebih dingin dan sedikit pemangsa.
Penyu bertelur berkisar antara 50 -150 butir telur, dengan kedalaman sarang
30-60 cm. Setelah meletakkan telurnya penyu menutup lubang sarang dengan pasir
menggunakan sirip belakangnya, kemudian menimbun lubang badan dengan keempat
siripnya dan kembali ke laut. Proses ini terjadi kurang lebih selama 1-2 jam.
Interval waktu
antar musim peneluran adalah 2 – 3 tahun, sedangkan penyu dapat bertelur lebih
dari satu kali dalam satu minggu(2 – 3 kali) dan interval waktu mengeluarkan
telur di pantai adalah 2 – 3 minggu (Limpus, 1985).
Limpus ( 1985 )
juga menjelaskan bahwa setelah telur penyu menetas, tukik akan keluar dari
sarang dan bergerak menuju laut. Selanjutnya anak penyu/ tukik akan berkelana,
mula- mula di perairan dangkal dan kemudian ke laut bebas hingga tidak di
ketahui lagi tempatnya. Para ahli menyebut sebagai Tahun Yang Hilang
( The lost Year ) sampai dewasa kelamin dimana penyu akan datang
lagi ke pantai peneluran.
Masa Inkubasi
Masa inkubasi sekitar 50 – 60 hari.
Setelah menetas, tukik akan keluar dari sarang menuju ke laut. Jika telur sudah
menetas, tukik mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan sinar dan
reaksi bumi. Sebelum tukik keluar dari sarang, tukik yang sudah menetas
menunggu selama 3 – 7 hari sebelum kemunculannya ke permukaan. Selama itu tukik
dapat hidup dari cadangan kuning telur (Nuitja, 1992).
Nuitja (1992) menyatakan bahwa arah
dan keberadaan tukik setelah keluar dan menuju ke laut sering membingungkan
para ahli. Mereka menyebutnya sebagai ”Tahun yang Hilang” dan diperkirakan
hanya satu tahun serta diduga tukik tersebut berada di daerahsargassum.
Sampai saat ini masih sedikit
informasi yang akurat mengenai umur penyu. Umumnya diketahui bahwa umur penyu
cukup panjang bahkan lebih dari 60 tahun (Anonymus, 1993 dalam Zamani,
1996). Masa untuk mencapai kedewasaan penyu, para ahli berbeda pendapat, Carr
(1952) menyatakan bahwa penyu mencapai dewasa pada usia 6 tahun, tetapi
diketahui bahwa usia tersebut hanya ditemukan pada budidaya yang memiliki
ketersidiaan pakan yang cukup seperti yang telah ditemukan di Grand Cayman,
penyu bertelur pada usia 5 tahun (Johnson, 1980 dalam Nuitja,
1983). Sedangkan penyu yang hidup di alam mengalami pertumbuhan
yang lambat karena banyaknya kompetitor dan keterbatasan makanan.
Limpus
(1979) dalam Nuitja (1983) mengatakan bahwa penyu mencapai
dewasa pada usia lebih dari 30 tahun dan berdasarkan laporan ANCA (1995) dalam Zamani
(1996) menyatakan bahwa untuk mencapai dewasa, penyu memerlukan waktu 30 – 50
tahun.Setelah dewasa penyu akan melakukan kopulasi di perairan yang dekat
dengan pantai peneluran. Sampai saat ini belum ada kepastian, apakah penyu
betina akan kembali ke tempat kelahirannya untuk bertelur, namun demikian para
pakar memiliki dugaan bahwa penyu mempunyai suatu kemampuan untuk mengetahui
daerah kelahirannya dan kembali ke daerah tersebut untuk bertelur (Zamani,
1996).
Menurut Diamond
(1976) dalam Hermawan (1992), musim penyu bertelur antar
tempat sangat dipengaruhi oleh alam lingkungan setempat. Selanjutnya dikatakan
ada korelasi yang jelas antara musim dengan banyaknya Penyu Sisik yang bertelur
di Cousin Island, Seychelles. Banyaknya penyu yang bertelur mencapai puncaknya
pada musim hujan dengan curah hujan lebih besar dari 400 mm per bulan.
Dikatakan pula, hujan akan memadatkan pasir sehingga memungkinkan penyu untuk
menggali sarang.
Proses Penyu
mulai naik sampai kembali ke laut setelah meletakkan telur dalam sarang
disajikan dalam Gambar.( DKP, 2003)
.
1.2
Tujuan dan Manfaat
Praktikum
ini bertujuan yaitu dapat mengetahui kesehatan pada penyu dan cara manajemen
kesehatan pada penyu.
Manfaat yang
diperoleh dari praktikum ini adalah mahasiswa bisa melakukan pemeriksaan,
gejala-gejala penyakit ikan dan penanggulangan pada bakteri dan virus yang
menyerang suatu usaha budidaya dan dapat menanggulangi masalah kesehatan penyu.
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum
Analisi
penyakit Ikan dilaksanakan
pada tanggal 27
April 2014 sampai 29 April
2014 bertempat di Pusat Penangkaran Penyu Kawasan Konservasi Perairan
(KKP) Kota Pariaman.
3.2 Bahan dan Alat
Adapun bahan dan alat yaitu penyu, pena dan buku
catatan
Jenis penyu dalam konservasi ini yakni penyu sisik
(Eretmochelys Imbricata), dan Penyu hijau (Chleonia Mydas), dan penyu lengkang
(Lepidocheyls Olivacea).
3.3 Metode Praktikum
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode pengamatan
langsung di pantai Sumatera Barat.
3.4 Prosedur Praktikum
Adapun prosedur
praktikum yaitu sebagai berkikut:
Mahasiswa melihat langsung wadah pemiliharaan penyu, kendala maupun penyakit
yang ada pada penyu tersebut.
II. TINJAUAN
PUSTAKA
Di dunia ada 7 jenis penyu dan 6 diantaranya terdapat di
Indonesia. Jenis penyu yang ada di Indonesia adalah Penyu hijau (Chelonia
mydas), Penyu sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu lekang (Lepidochelys
olivacea), Penyu belimbing (Dermochelys coriacea), Penyu pipih (Natator
depressus) dan Penyu tempayan (Caretta caretta). Penyu belimbing
adalah penyu yang terbesar dengan ukuran panjang badan mencapai 2,75 meter dan
bobot 600 - 900 kilogram. Sedangkan penyu terkecil adalah penyu lekang, dengan
bobot sekitar 50 kilogram.
Semua jenis penyu laut di Indonesia telah dilindungi
berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomer 7 tahun 1999 tentang Pengawetan
Jenis Tumbuhan dan Satwa. Ini berarti segala bentuk perdagangan penyu baik
dalam keadaan hidup, mati mauoun bagian tubuhnya itu dilarang. Menurut Undang
Undang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya pelaku perdagangan (penjual dan pembeli) satwa dilindungi seperti
penyu itu bisa dikenakan hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta..
Pemanfaatan jenis satwa dilindungi hanya diperbolehkan untuk kepentingan
penelitian, ilmu pengetahuan dan penyelamatan jenis satwa yang bersangkutan.
Berdasarkan ketentuan CITES (Convention on
International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna), semua
jenis penyu laut telah dimasukan dalam appendix I yang artinya perdagangan
internasional penyu untuk tujuan komersil juga dilarang. Badan Konservasi dunia
IUCN memasukan penyu sisik ke dalam daftar spesies yang sangat terancam punah.
Sedangkan penyu hijau , penyu lekang, dan penyu tempayan digolongkan sebagai
terancam punah.
Ancaman terhadap penyu adalah perdagangan baik dalam bentuk
daging, telur ataupun bagian tubuhnya. Penyu yang sering diperdagangkan
dagingnya adalah jenis penyu hijau. Perdagangan daging penyu ini masih terjadi
di Pulau Bali. Sedangkan jenis penyu yang sering diambil karapas sisiknya untuk
dibuat cinderamata adalah penyu sisik. Pencemaran laut oleh minyak dan sampah
plastik juga menjadi ancaman bagi kelestarian penyu.
Penyu adalah spesies yang telah hidup di muka bumi sejak
jutaan tahun yang lalu dan mampu bertahan hingga kini. Penyu adalah satwa
migran, seringkali bermigrasi dalam jarak ribuan kilometer antara daerah tempat
makan dan tempat bertelur. Penyu menghabiskan waktunya di laut tapi induknya
akan menuju ke daratan ketika waktunya bertelur. Induk penyu bertelur dalam
siklus 2-4 tahun sekali, yang akan datang ke pantai 4-7 kali untuk meletakan ratusan
butir telurnya di dalam pasir yang digali.
Setelah 45 - 60 hari masa inkubasi, tukik (sebutan untuk
anak penyu) muncul dari dalam sarangnya dan langsung berlari ke laut untuk
memulai kehidupan barunya. Beberapa ahli mengatakan dari 1000 tukik hanya akan
ada 1 tukik yang mampu bertahan hidup hingga dewasa. Tingkat keberhasilan hidup
penyu sampai usia dewasa sangat rendah, para ahli mengatakan bahwa hanya
sekitar 1-2 % saja dari jumlah telur yang dihasilkan.
Penyu sisik (Eretmochelys imbricate) adalah
jenis penyu yang memiliki karapas yang indah. Karapas penyu bernilai tinggi
karena menjadi bahan dasar pembuatan perhiasan atau aksesoris. Oleh karena
itulah, penyu ini banyak diburu. Tak mengherankan apabila Penyu Sisik terdaftar
di IUCN Redlist sebagai hewan yang terancam punah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Penyu Sisik
Klasifiaksi
Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) menurut Hirth (1971) dalam Nuitja
(1992) adalah :
Kingdom : Animalia
Sub Kingdom : Metazoa
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Super Kelas : Tetrapoda
Kelas : Reptilia
Sub Kelas : Anapsida
Ordo : Testudinata
Sub Ordo : Cryptodina
Super Famili : Chelodiioidea
Famili : Cheloniidae
Sub Famili : Cheloniinae
Genus : Eretmochelys
Species : Eretmochelys imbricata (
Linnaeus )
Penyu Sisik (Eretmochelys
imbricata). Penyu Sisik atau dikenal sebagai Hawksbill
turtlekarena paruhnya tajam dan menyempit/meruncing dengan rahang yang agak
besar mirip paruh burung elang. Demikian pula karena sisiknya yang tumpang
tindih/over lapping (imbricate) seperti sisik ikan maka
orang menamainya penyu sisik. Ciri-ciri umum adalah warna karapasnya bervariasi
kuning, hitam dan coklat bersih, plastron berwarna kekuning-kuningan. Terdapat
dua pasang sisik prefrontal. Sisiknya (disebut bekko dalam
bahasa Jepang) banyak digunakan sebagai bahan baku dalam industri kerajinan
tangan terutama di Jepang untuk membuat pin, sisir, bingkai kacamata dll.
Sebagian besar bertelur di pulau-pulau terpencil. Penyu Sisik selalu memilih
kawasan pantai yang gelap, sunyi dan berpasir untuk bertelur.Paruh penyu sisik
agak runcing sehingga memungkinkan mampu menjangkau makanan yang berada di
celah-celah karang seperti sponge dan anemon.
Penyu Sisik
termasuk Carnivore., mereka memakan Mereka juga memakan udang dan
cumi-cumi. sponge dan anemone.
2. penyu hijau
A.
Klasifikasi
Kingdom
:Animalia
Phylum
: Chordata
Classis
: Reptilia
Ordo
:
Testudinata
Genus
: Chelonia
Spesies
: Chelonia mydas
B. Ciri – ciri
· Penyu
hijau merupakan penyu terbesar setelah penyu belimbing
· Penyu
terbesar yang pernah ditemui berukuran 1,5 m dengan berat 395 kg
· Terdapat
4 pasang lempengan pada karapasnya
· Jaringan
lemak pada siripnya berwarna hijau
· Bentuk
karapas menyerupai bentuk hati
· makanan
,penyu hijau termasuk hewan herbivore, makanan utamanya lamun dan alga
· jumlah
telur : ± 115 butir tiap kali bertelur
· status
: TERANCAM PUNAH
Penyu hijau adalah
salah satu jenis penyu laut yang umum dan jumlahnya lebih banyak di banding
beberapa penyu lainnya. Penyu laut, umumnya bermigasi dengan jarak yang
cukup jauh dengan waktu yang tidak terlalu lama. Kita mungkin masih ingat
salah satu adegan dalam film Nemo, saat induk jantan Nemo bertemu dengan
gerombolan penyu hijau yang bermigrasi. Tidak persis sama dengan pola
migrasi penyu umumnya, namum jelas memberikan gambaran bahwa penyu laut
bermigrasi sebagai rangkaian dari siklus hidupnya. Pernah di laporkan
migrasi penyu hijau yang mencapai jarak 3.000 km dalam 58 – 73 hari.
Beberapa penelitian lain mengungkapkan bahwa penyu yang menetas di perairan ,
di temukan di sekitar perairan dan Hawaii .
3.
Penyu
Lekang
Penyu ini hamper mirip dengan penyu hijau akan tetapi
penyu kepalanya lebih komperatif lebih besar dan dan bentuk kerapasnya lebih
langsing dan panjang.tubuhnya berwarna kehijaun pudar, penyu ini merupakan
penyu terkecil diantara jenis penyu yang ada diperkirakan ada 1000 sarang yang
ditemukan saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://biouland.wordpress.com/2012/03/20/penyu-hijau-green-sea-turtle-chelonia-mydas/
http://winniehertikawati.blogspot.com/2010/05/penyu-sisik-eretmochelys-imbricata.html
http://bahari7.blogspot.com/2013/07/penyu-sisik-eretmochelys-imbricata.html
Afrianto, E., E. Liviawaty, 1992. Pengendalian Hama
dan Penyakit Ikan. Penerbit Kanisius, Jakarta
Manoppo, H. 1995. Parasit dan Penyakit Ikan. Fakultas
Perikanan, Unsrat-Manado.
Alex.2013. Laporan
pewarnaan bakteri pewarnaan gram. http://alexschemistry. blogspot.com/2013/10/laporan-pewarnaan-bakteri-pewarnaan-gram.html
(Diakses tanggal 30 Maret 2014)
Fika.2014.
Laporan Praktikum Mikrobiologi Dasar.http://fikapuspita
.blogspot.com/2014/01/laporan-praktikum-mikrobiologi-dasar.html
Laporan Pratikum Manajemen Kesehatan Ikan (MKI) Penyu di Penakaran Penyu Pariaman